Tuesday, May 15, 2007

SISTEM BILANGAN

Munculnya pemahaman mengenai cara mencacah banyaknya benda-benda bersamaan dengan berubahnya cara hidup manusia dari kegiatan mengumpulkan dan berburu menjadi kegiatan menghasilkan makanan, peradaban manusia memasuki jaman batu baru. Untuk memahami berapa bilangan yang dihadapi tanpa mengetahui nama dan cara melambangkannya, orang menggunakan lambang dari benda di sekitarnya. Para gembala di sekitar Laut Tengah menggunakan batu kapur sebesar kerikil untuk melambangkan seekor domba yang digembalakannya. Batu kapur dalam Bahasa Yunani disebut calculo sehingga pekerjaan mencacah dalam Bahasa Inggris akhirnya disebut to calculate.

Membawa batu kapur ke mana-mana sebagai alat pencacah sangat tidak praktis. Oleh karena itu orang mulai menggantikannya dengan membuat torehan pada sebilah kayu atau lempeng tembikar. Empat torehan tegak dinamakan turus yang digabungkan oleh satu torehan datar melambangkan lima. Sistem pengelompokan bilangan lainnya adalah sepuluh, karena manusia mengaitkannya dengan jumlah jari tangan.

Cara menamakan bilangan pada suku primitif erat kaitannya dengan kemampuannya membedakan bilangan terbesar. Bagi suku yang hanya mengenal bilangan satu, dua dan banyak maka akan menamakan bilangan hanya sampai dua, selebihnya akan dinamakan berdasarkan kombinasi satu dan dua. Dengan tidak sengaja muncullah pemakaian bilangan dasar.

Pada sistem bilangan rumpun Melayu, sistem bilangan menggunakan operasi hitung dengan bilangan dasar 10. Bilangan 8 adalah dua alapan (dari 10) yang artinya 10-2 dan 9 artinya satu ambilan atau 10-1. Bilangan 11 dan 12 artinya satu dibalas dan dua dibalas atau 10+1 dan 10+2.

Sumber: Science: Its History and Development Among the World’s Culture

No comments: